Selasa, 24 Agustus 2010

Miskin, Sama Sepertiku.

0

Ketika anda mengalami ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti Sandang, Pangan, Papan, Pendidikan dan kesehatan, maka layaklah anda disebut Miskin, sama sepertiku. Kemiskinan itu terjadi karena beberapa penyebab, menurut Ensiklopedia, kemiskinan terjadi karena prilaku individu dan pendidikan keluarga, juga bisa disebabkan oleh aksi orang lain, pemerintah, perang dan keadaan ekonomi bahkan ada kemiskinan yang sudah menjadi salah satu struktur sosial. Secara umum dan ringkas diterima bahwa kemiskinan adalah buah dari kemalasan. Semua pengertian itu sulit kupahami dan kuterima di usiaku yang baru 7 tahun, apalagi jika dikatakan bahwa kemiskinan yang kualami ini adalah akibat prilakuku sendiri, apa kesalahan yang dilakukan oleh anak seusiaku yang bisa membuatnya menjadi miskin di usia dini..?


Aku juga tidak mau menyalahkan pendidikan orang tuaku, mereka tak bersekolah juga karena mereka miskin. Ketika kubaca di koran bekas bahwa Presiden sekarang sering dikritik dan hanya diam saja menanggapi kritik, maka akupun berani mengatakan bahwa yang harus bertanggung jawab atas kemiskinanku adalah Pemerintah. Beruntung, aku dan anak-anak miskin lainnya ditampung sebuah panti asuhan kecil di pinggir kota besar ini.

Namun benar kata pepatah, hidup itu bagaikan sebuah roda, tak mungkin aku selalu menderita. Di bulan penuh berkah ini aku dan teman-teman bagaikan pejabat negara, diundang kesana-kemari, dijemput dan diantar pulang mobil mewah, didudukkan di barisan terdepan beralas karpet mahal, disuguhkan makanan dan minuman nikmat, dan diberi bingkisan untuk dibawa pulang. Sangat menggembirakan, walau kadang kami dijemput mobil mewah dan dipulangkan dengan angkot, kadang juga kami sangat bahagia duduk di karpet sementara undangan lainnya duduk di kursi mahal seolah mereka tak sudi berbaur dengan kami, kadang makanan kami dibatasi oleh dos dan gelas plastik sementara mereka bebas prasmanan, Untung saja semua itu hanya “kadang”, bukan “Sering”. Satu kelebihan kami pada acara-acara seperti ini adalah kami selalu diberi bingkisan, mereka tidak. Atau mungkin mereka tidak sudi membawa bingkisan yang sama dengan kami, hanya tuhan yang tahu.


Dalam sebuah acara serupa, aku terpukau dengan cara Udztad membawakan sebuah kisah tentang hikmah memberi makan orang miskin.


Di pinggiran jalan di Makkah, ada seorang yahudi, buta, ompong, pincang dan tak berdaya, hanya duduk saja kerjanya sambil menghujat Nabi Muhammad SAW yang menyebarkan agama baru sebagai orang gila, tukang sihir dan semacamnya. Setiap sore datang seorang pemuda memberikannya makan, menyuapinya, dan pemuda itu adalah Muhammad. Orang yang selalu dihujatnya ternyata yang setiap sore menyuapinya. Namun ia tak mengetahuinya karena buta.


Singkat cerita, Nabi Muhammad SAW wafat, sudah 3 hari tidak ada yang datang menyuapinya. Di tempat lain, Abu Bakar Al-Shiddiq berbincang dengan anaknya Aisyah, yang juga istri Rasulullah. ia merasa bahwa semua sunnah Rasulullah telah dikerjakannya, namun belum, kata Aisyah. Rasulullah setiap sore memberi makan seorang yahudi tak berdaya di pinggiran jalan.


Maka segeralah Abu Bakar menuju ketempat orang yahudi itu dan langsung menyuapinya. Tapi, si yahudi berkata, “kau bukan pemuda yang selalu menyuapiku? Kemana dia?”. Abu Bakar tidak langsung menjawab, melainkan bertanya pada si yahudi, “mengapa kau tahu bahwa aku bukan yang selalu menyuapimu?”. “Aku ini ompong, tak mampu lagi mengunyah makanan, pemuda itu selalu menghancurkan makanan terlebih dahulu sebelum menyuapiku”. Abu Bakar tercengang akan mulianya akhlak Rasulullah, ia tidak saja memberi makan orang miskin, musuhnya, bahkan menyuapinya, tetapi juga memudahkannya mengunyah.


“Mana pemuda itu, Siapa Namanya?” tanya si yahudi memecahkan keheningan Abu Bakar. “Ia telah wafat 3 hari yang lalu”, kata Abu Bakar. “Namanya Muhammad SAW”. Seketika itu si Yahudi menangis dan mengucapkan “Asyhadu An-Laa Ilaha Illallah, wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah”.


Setelah mendengar kisah itu, aku teringat kaum kaya di negeriku. yang selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan di luar Ramadan. Yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya. yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis. yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kami hanya bisa mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal.


Wahai orang kaya, Bukankah bulan puasa ini hanya masalah waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus? namun ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian...!? "Ketahuilah Kalian, kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, karena tak ada yang bisa kami makan. Sementara kalian hanya berpuasa sebulan, di siang hari. Dan ketahuilah juga, Kalian menyakiti perasaan kami dengan membeli baju mewah, memakainya dan lewat di depan kami yang lusuh, lalu kalian dengan lantang menyebutnya 'Idul Fitri'…


Maka ingatlah kawanku yang Miskin, sama sepertiku, jika Kutukan itu telah meninggalkan kita, bahagiakanlah saudara-saudara kita yang masih terbelenggu Garis Kemiskinan...

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting