Dalam usaha mencapai
kesejahteraan masyarakat, pemerintah melaksanakan pembangunan diberbagai bidang
kehidupan. Pembangunan itu menggunakan faktor-faktor produksi seperti modal,
SDA, SDM, dan lain sebagainya. Dalam penggunaan faktor produksi tersebut perlu
dilaksanakan pengawasan agar upaya pemerintah tetap berada di koridor yang
tepat.
Ada pilihan lain bagi pemerintah yaitu
memberikan keleluasaan pada sektor swasta yang lebih professional dan bersaing
secara bebas, namun dikhawatirkan sektor swasta itu melakukan monopoli dan
mementingkan golongan sendiri sehingga makin menyengsarakan masyarakat kecil. Untuk
perlu dibuat kebijakan pemerintah yang terarah dengan baik dalam memanfaatkan
faktor produksi untuk kesejahteraan rakyat.
Untuk mengukur seberapa baik atau seberapa
buruk kebijakan yang dibuat pemerintah, Edgar dan Jacuelene Bowning (1979)
menggunakan 4 (empat) tolak ukur; Pertama,
apakah kebijakan pemerintah itu memperlakukan
semua warga Negara secara sama dan tidak pilih kasih (Keadilan). Hal ini, kalau
boleh saya tambahkan, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh orang bugis
terdahulu, “ Aja’ mutonangi lopi wati’ siwali.” (Dari kumpulan Andi
Palloge Petta Naba) artinya jangan menumpang pada perahu yang berat sebelah,
jika tidak ingin tenggelam. Begitu pula dengan Negara kita, jika tidak ingin
makin terjerembab lebih jauh, jangan berat sebelah hanya pada kepentingan
kelompok tertentu.
Tolok ukur kedua adalah efisiensi, pelaksanaan
kebijakan pemerintah diharapkan menghindari pemborosan, menciptakan penghematan
yang akan berujung pada kesejahteraan masyarakat. Berikutnya yang ketiga, Paternalistic, layaknya sorang ayah, kebijakan Negara harus mampu memenuhi
semua kebutuhan masyarakat, baik barang maupun jasa, terutama kebutuhan dasar
seperti sandang, pangan dan papan. Terakhir atau
yang keempat adalah kebebasan perorangan. Pemerintah harus menjamin kebebasan individu
untuk menggunakan dan membelanjakan pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan.
Seperti halnya setiap keputusan yang diambil
dimana saja, adalah tidak mungkin suatu keputusan itu diterima dengan baik oleh semua orang
yang terkait
dan berkepentingan.
Setiap kebijakan pasti mengorbankan salah satu diantara keempat tolok ukur yang
dibahas diatas. Sebagai contoh, BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang sangat sesuai
dengan prinsip keadilan dan paternalistic (kebapakan), tetapi sangat bertolak belakang dengan prinsip
efisiensi. Yang menjadi perhatian pemerintah seharusnya adalah suatu kebijakan
yang lebih berorientasi pada masyarakat banyak atau golongan menengah ke bawah yang merupakan mayoritas di Negara ini.
0 comments:
Posting Komentar