Kamis, 28 Juni 2012

Choice Is A Magic Word

0

Choice is a magic word, begitu menyadari bahwa kita punya pilihan, seketika kita akan berubah dari objek menjadi subjek. Alih-alih mengatakan ‘saya harus pergi’, cobalah mengatakan ‘saya mau pergi’, kita akan berubah dari kondisi tak berdaya (powerless) menjadi berdaya (powerfull).
Banyak manusia menjalani hidupnya dalam ketidaksadaran seperti robot-robot yang dikendalikan oleh orang lain. Seperti pernah dituturkan Anthony de Mello… “seorang petani menemukan telur burung elang di ladangnya. Karena rasa kasih yang dimilikinya, petani membawa telur itu pulang ke rumahnya, lalu meletakkan telur elang itu diantara tumpukan telur ayam yang sedang dierami oleh induknya.
Tak lama berselang, telur itu menetas bersama telur-telur ayam lainnya. Sejak itu, elang kecil hidup tumbuh dan hidup laksana ayam, berjalan meniru induknya, mematuk-matuk makanan seperti saudaranya—anak-anak ayam—dan berperilaku sama seperti ayam-ayam yang lainnya. Hanya saja, ia terlihat lebih elegan dari ayam lainnya.
Ia terus bertumbuh hingga usianya mulai tua. “Ayam” itu tak pernah mencoba terbang apalagi meliuk di udara, ia hanya bisa berjalan seperti yang dipelajarinya sejak kecil. Meskipun ia tak bisa bertelur layaknya ayam betina atau birahi seperti ayam jantan. Hingga suatu ketika, “ayam” yang mulai tua itu bermain di ladang bersama ayam-ayam lainnya. Ketika melongok ke udara, ia melihat seekor burung melayang-layang dengan gagah mengintai mangsa. Ayam-ayam lain mengajak “ayam” itu segera mencari tempat yang aman untuk berlindung.
“Kenapa kita harus lari bersembunyi?” tanya “ayam”.
“Kalau tidak, kita akan dimangsa burung perkasa itu,” jawab ayam lainnya.
“Makhluk apa itu?” cecar “ayam”.
Ayam lainnya menjawab, “O, itu burung paling perkasa. Namanya burung elang. Selain jago terbang, ia juga suka menunggu kita lengah agar bisa memangsa kita.”
“Kita juga punya sayap, kenapa tidak terbang saja?” sergah “ayam” itu.
“Kamu ada-ada saja,” jawab ayam yang lain, “kita ini hanya seekor ayam, tidak mungkin bisa terbang seperti itu.”
Karena penasaran, “ayam” itu keluar dari persembunyiannya. Ia abaikan peringatan saudara-saudaranya. Akibatnya, ia mati diterkam burung elang. Akhir kisah, “ayam” itu benar-benar mati sebagai ayam yang tak punya Pilihan.
Apakah kita senantiasa memiliki pilihan dalam situasi apapun?
Kita memang tak dapat memilih ingin dilahirkan oleh siapa, di mana, dan dibesarkan dengan cara apa. Tapi kita dapat memilih mau jadi apa di masa depan. Kalau kita dilahirkan sebagai pria atau wanita, itu namanya takdir. Tapi kita punya pilihan untuk menerima kenyataan tersebut dan menjadikannya apa saja sesuai kehendak kita. Kita tak dapat memilih takdir, tapi kita dapat memilih nasib kita.
Kita tak dapat mengontrol krisis ekonomi tapi kita dapat memilih gaya hidup yang sesuai dengan keadaan ekonomi. Kita memang tak bisa menjamin keamanan di malam hari, tapi kita bisa memilih untuk tidak terlalu sering keluar malam. Wanita tidak dapat menolak upaya Pemerkosaan, tapi sebelumnya bisa memilih pakaian apa yang akan dikenakan.
Pilihan memang membuka kesempatan bagi manusia untuk menjadi yang terbaik, tetapi waspadalah dalam memilih, karena kesempatan untuk menjadi yang terburuk juga terbuka sama lebarnya.

Read more

Selasa, 26 Juni 2012

Melihat ke Langit, di antara Bintang-Bintang

0


Ada sedikit pengalaman naik perahu sebelum ini. Beberapa di antaranya adalah naik perahu di Perairan Makassar menuju Pulau Kayangan, perahu katinting di sungai Walannae yang dangkal saat kemarau,  dan perahu sempit yang bergoyang hebat saat menyusuri danau tempe. Sedikit bukan? Satu lagi, Boom Boom Boat di Genting Highland. Naik perahu, menurutku adalah kegiatan yang cukup menakutkan mengingat berenang adalah kegiatan yang tak bisa kulakukan. Ditimbang-timbang, mungkin lebih baik belajar terbang ketimbang berenang. Hari ke dua di Pulau Kalimantan, terpaksa harus menyusuri sungai Barito, salah satu yang terbesar di Indonesia.

Hanya 1% dari panjang sungai barito yang mencapai 900 km yang harus dilalui hari ini untuk menuju ke Pelabuhan Batu Bara milik PT. SEM yang berada di Desa Telang Baru, Kabupaten Barito Timur. Sungai panjang berkelok-kelok dengan air keruh kecoklatan akibat limbah para penambang batubara itu cukup tenang mengkilat-kilat dipantuli cahaya matahari. 

Yang unik adalah perahunya, speed boat kata orang lokal. kami berlima, AJD, AJ, FMN, ARW menumpang perahu milik Kepolisian setempat, namun entah karena penumpang kelas berat atau mesin yang mulai karat, perahu ini sama sekali jauh dari gambaran sebuah speed boat yang cepat seperti berlari di atas air. Perahu milik polisi ini merangkak seperti baru belajar jalan dan nyaris kehabisan energi.

Sungai Barito dulunya adalah jalur transportasi utama di daerah ini. Walau mulai terkikis jalan aspal, sungai dan perahu masih merupakan moda transportasi andalan bagi warga masyarakat bantaran sungai terlebih lagi para pengusaha tambang yang mengirim batubara dengan kapal tongkang melalui sungai ini. Kapal tongkang besar milik para penambang dianggap mencemari sungai yang makin hari semakin keruh. Di sekitar kapal itulah perahu kami merangkak pelan seakan memberikan kami kesempatan untuk melihat kehidupan bantaran sungai. Kiri kanan terlihat perkampungan terapung milik warga setempat menghadap ke arah sungai lengkap dengan kios kelontong sampai penjual pulsa. Mandi, mencuci, dan buang air kecil sampai besar semuanya dilakukan di depan rumah. limbahnya langsung nyemplung ke sungai. Saking banyaknya perkampungan demikian, tiba-tiba aku berpikir, kapal tongkangkah yang memperkeruh air sungai, atau kah sesuatu yang nyemplung tadi?

Perahu milik polisi sudah menyerah, kapten perahunya mentransfer kami ke perahu milik warga yang kebetulan lewat di sebelah kami. Terjadilah adegan seperti  di film-film luar angkasa, astronot pesawat ulang alik di transfer ke pesawat lainnya karena masalah teknis. ini bukan luar angkasa, tapi ini tepat di tengah sungai barito, salah satu yang terbesar dan terpanjang di Indonesia. perahu terguncang seperti disambar asteroid ketika penumpang kelas berat menyeberang ke perahu sebelah. Aku tidak bisa berenang tapi beruntung masih bisa menyeberang.

Perjalanan berlanjut dengan perahu milik warga yang kali ini benar-benar sebuah Speed Boat. speed boad yang nyentrik kalau boleh saya tambahkan. Kecepatan yang tinggi membuat mesin  meraung keras memekakkan telinga tapi pemilik perahu ini masih sempat memasang tape dengan speaker KW 2 yang mengalunkan lagu dangdut asli yang lembut dan sangat tidak sinkron dengan kecepatan dan guncangan speed boat ini. Yang lebih nyentrik lagi, perahu ini juga dilengkapi dengan pengharum mobil mahal merek Ambiphur Car padahal perahu ini terbuka kiri kanan. Wangi Ambiphur Car melayang sia-sia. Terlepas dari itu, perahu ini benar-benar cepat hingga tak terasa kami telah sampai ke pelabuhan batubara milik PT. SEM.

Setelah meeting seharian, tiba waktunya pulang. perahu warga yang tadi sudah menunggu. Malam menampakkan bintang-bintang di langit dengan belaian angin malam yang lembut karena perahu tak boleh ngebut lagi di malam hari. Aku hanya melihat ke langit, di antara bintang-bintang, ada senyum mu menemani perjumpaan dan perkenalan awalku dengan Bumi Kalimantan.

Read more

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting