Senin, 02 Juli 2012

Hari Pertama

0

Hari pertama masuk SD tahun 1994, Saya diantar oleh Bapak ke Sekolah, bukan cuma diantar tapi Bapak juga terpaksa ikut masuk ke ruang kelas karena saya menangis jika ditinggalkan sendirian. Cukup menakutkan bagi seorang anak seperti saya berbaur dengan anak-anak Pribumi Papua yang jumlahnya jauh lebih besar dibanding anak-anak pendatang. Bapak terpaksa terlambat masuk kerja seminggu untuk menemani hari-hari pertamaku masuk sekolah.

Hari ini, 18 tahun setelah itu. Situasi yang sama kembali terjadi. Tidak ada Bapak yang menemani bukan menjadi masalah karena saya pun semakin hari semakin mirip bapak-bapak. Jauh dari tanah Papua, Kota Tamiyang Layang, Kabupaten Barito Timur di belantara Kalimantan, hari pertama masuk kerja. Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya akan bekerja di hutan, lebih-lebih lagi bekerja di bidang pertambangan. Tau apa saya tentang tambang? bukannya tambang itu sejenis tali? Apakah batu tawas juga ditambang? dan banyak lagi pertanyaan tentang tambang. 

Terbayang pengorbanan selama ini untuk memahami, memperdalam ilmu dan menghapal segala tetek bengek manajemen lebih dari 6 tahun sambil bercita-cita menjadi Manager. Lalu setelah kuliah yang memeras segala keringat dan cairan dari dalam tubuh, yang kudapat adalah pekerjaan menggali tanah, mengambil batubara, dan menjualnya. Beruntung, perusahaan tambang ini adalah yang terbesar di Kabupaten Barito Timur. Dari hasil pengenalan awal tentang perusahaan, diketahui bahwa ada sekitar 2.500 karyawan, ratusan Dump Truck, ratusan alat berat, puluhan kapal pengangkut batubara dan puluhan ribu hektar lahan yang tersebar di Bartim & Barsel yang telah dan sementara dibebaskan untuk digali. Perusahaan ini juga sedang bertransformasi untuk beradaptasi dengan manejemen modern.

Bartim atau Barito Timur adalah salah satu kabupaten di Kalimantan Tengah yang beribukota di Tamiyang Layang. Walaupun merupakan Ibukota, Tamiyang Layang lebih mirip sebuah kecamatan di Sulawesi Selatan. Hanya ada satu Bank, satu lampu merah, satu SPBU, dan satu Kantor Polisi. Mengingat 80% penduduk beragama kristen, masjid pun bisa dihitung jari. Seperti dulu di Papua, Islam di sini menjadi golongan Minoritas. Syukurlah, walau tidak terlalu jauh dari Sampit, daerah yang terkenal dengan konflik antar agamanya, Tamiyang Layang cukup kondusif dan toleran walaupun masih agak menakutkan mengingat Kota ini lebih pantas disebut hutan, saking sepi dan gelapnya.

Target yang ditetapkan di hari pertama ini adalah mengetahui segala seluk beluk Pertambangan, Prosedur perijinan dan Tahapan pembebasan lahan. Bos memberikan waktu 3 bulan sebelum dipanggil kembali ke Jakarta untuk mempresentasikan kemajuan pengetahuan saya terhadap pekerjaan ini. Untuk itu, saya harus siap ke hutan mengikuti proses pengeboran, ke kantor-kantor pemerintah untuk mengurus perijinan, dan mengikuti segala arahan dari supervisor yang ditugaskan membimbing saya dengan ikhlas dan bertanggung jawab.

Tamiyang Layang, 02 Juli 2012.

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting