Rabu, 11 Januari 2012

Putudanngi Tudammu, Puonroi Onrommu

0


Berkaca dengan cermin cekung akan membuat bayangan anda menjadi maya, tegak, diperbesar. Cermin inilah, yang walaupun sangat sulit, tapi akan lebih mudah mengakui ketimbang membantahnya, seringkali digunakan oleh orang Bugis. Dengan berkaca pada cermin cekung, bayangan dirinya akan menjadi tidak nyata dan mengalami pembesaran. Oleh karena itulah, maaf, orang Bugis cenderung suka pamer kekayaan, jabatan, gelar kebangsawanan maupun akademik dan lain sebagainya. Ini sepertinya melenceng dari kaidah-kaidah ideal orang Bugis pada masa lalu yang tercatat dalam lontara’. 


Makkadai To Maccae ri luwu’, “Aruwai sabbinna lempu’e, Napariwawoi riwawoe, napariyawai riyawae, napariataui atauwe, naparilalengngi rilalengge,  napariabeoi abeoe, naparisaliwenggi risaliwengnge, naparimunriwi rimunrie, naparioloi riolo” (dari lontara’ haji andi ninong). Ada delapan ciri-ciri kejujuran, di ataskan yang di atas, di bawahkan yang di bawah, di kanankan yang di kanan, di kirikan yang di kiri, di dalamkan yang di dalam, di luarkan yang di luar, di belakangkan yang di belakang dan di depankan yang di depan. Intinya adalah tempatkan sesuatu pada tempatnya. Namun kenyataan yang ada saat ini sangat jauh dari nilai ideal orang Bugis itu. 

Lihatlah ketidaksenangan seorang bangsawan Bugis ketika anda memanggilnya tidak disertai dengan gelar bangsawan yang tepat, Puang, Bau’ atau Datu misalnya walaupun tidak menjadi masalah karena pada umumnya orang Bugis sangat paham dengan penghormatan ini, selain juga para bangsawan sendiri sudah mulai meninggalkan kebiasaan-kebiasaan itu seiring dengan modernisasi masyarakat. Tapi lihat pula contoh lainnya dimana orang-orang berlomba naik haji demi apresiasi lingkungan, bukan karena iman sebab setelah haji pun banyak sekali diantara mereka yang bermasalah dengan moral.

Perhatikan pesta perkawinan orang-orang Bugis,  sebagian besar sumber daya yang dimiliki keluarga akan dicurahkan untuk membiayai perkawinan. Menarik jika kita menyaksikan pengumuman jumlah doi balanca yang jumlahnya bisa mencapai ratusan juta rupiah, dibacakan dengan pengeras suara didepan ratusan tamu undangan dalam suatu tahapan prosesi pernikahan yang disebut mappenre’ doi balance. Ironis sebab sering terjadi, doi menre’ yang diumumkan sebesar seratus juta rupiah, tetapi beredar kabar bahwa sebenarnya yang disepakati pada saat pelamaran hanya lima puluh juta. Untuk apa semua itu selain mendambakan pujian dari masyarakat.

Para tamu undangan juga tak mau kalah, kalung emas sebesar rantai sepeda tampak indah berkilau menghiasi leher sampai belahan dada. Belahan dada? Iya, sedikit belahan dada akan terlihat karena baju kebaya bugisnya sengaja didesain demikian, padahal ada cipo’cipo dikepalanya, menandakan gelarnya sudah Hajja. Bahkan, ada juga tali kutang dari emas. 

Di beberapa kampong, akan mudah kita jumpai antenna parabola, hampir semua rumah memiliki antenna parabola padahal beberapa rumah diantaranya belum memiliki sarana mandi, cuci & kakus yang layak. Apa boleh buat, tetangga punya parabola, kita juga harus punya jika ingin memiliki kebanggaan bermasyarakat.
Di beberapa ruang tamu rumah-rumah orang Bugis, akan dipajang sebuah lemari kayu dengan pintu kaca agar orang-orang bisa melihat ke dalamnya, diletakkanlah piring-piring dan gelas-gelas baru, serta perabot-perabot rumah tangga baru yang seharusnya diletakkan di dapur. Rumah-rumah pun mengalami ketidakpantasan, ruang tamu biasanya sangat bagus dan mewah, sementara ruang lainnya penuh penderitaan.

Berat memang untuk mengakuinya, tapi lebih berat lagi membantahnya. Dalam kehidupan sehari-hari, inilah yang dikenal sebagai, Pojiale. Namun tak perlu terlalu khawatir, pengakuan diri memang merupakan kebutuhan manusia walaupun dalam konteks orang Bugis, self esteem terlihat seperti terlalu dipaksakan. Mungkin lebih bijak jika kita bercermin pada cermin yang datar-datar saja dan Kembali menengok nasehat orang tua kita orang Bugis, “potudanngi tudammu, puonroi onrommu”, duduki kedudukanmu, tempati tempatmu.

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting